Friday, January 6, 2012

Jangan Duakan Aku!

                Aku sudah benar-benar tak kuasa menahan amarahku. Dia terang-terangan selingkuh didepan mataku. Aku tahu dia memang suamiku yang sah setelah ijab qabul 10 tahun silam. Ya Illahi Rabbi aku tak ingin masuk nerakaMu karena ulah amarahku ini. Berikan aku kekuatan sabar dalam menghadapi semua ini.
            Mentari perlahan kembali ke peraduannya, langit senja merah simfoni jingga, burung-burung telah kembali ke sarangnya, sisir angin semilir menyibak lembut dedaunan, lamat-lamat seruan adzan mengenai gendang telingaku.

            Suara serak yang mencekat kerongkonganku akhirnya kupaksa juga untuk berujar, “Mas sudah adzan,” kucoba mengayun pelan pundak kekarnya, mas Galih tetap tak bergeming, dia masih asyik bermanja-manja dengan gadisnya yang berada diatas pangkuan pahanya. Sungguh ini tak hanya menyakitkanku, pasti Engkau juga cemburu Ya Rabb, mas Galih lebih memilih gadisnya daripada hadir untuk panggilanMu.
            “Mas sudah adzan,” kali ini aku mengayun pundaknya lebih keras. Ya Rabb, mas Galih hanya mengangkat tangan kanannya sebagai pertanda telah mendengar ucapanku, dia tidak menoleh ke arahku, “Duluan saja dik,” sebuah jawaban yang tak kuharapkan keluar dari bibirnya.
            Tidak, aku bukan wanita lemah yang akan menangis akan hal ini. Selangkah, dua langkah dan aku terus berjalan pergi meninggalkan mas Galih, berdua bersama dia.
***
            Demi Allah Yang Menguasai langit dan bumi, kali ini aku benar-benar tak paham, rasa amarah ini memuncak begitu saja, aku tak tahu datangnya darimana karena yang ku rasakan hanya satu hal yang ingin kulakukan. Aku ingin mengakhiri kecemburuanku selama ini, sakit hati yang telah menjalar tak bertuan hingga membuat kepingan-kepingan ini berantakan. Selingkuhan mas Galih, aku harus menemuinya dan membuatnya berakhir. Tangan-tanganku terasa panas, meremas-remas ujung jilbab biruku yang panjang.
            Kreeek.. pintu kamar tak dikunci, kulihat gadis itu sedang tidur pulas diatas ranjang milikku dan mas Galih, namun tak kutemui mas Galih disana. Ini kesempatanku, pikiranku mulai bekerja instan untuk melakukan hal yang tak seharusnya aku lakukan, atau memang seharusnya daridulu aku lakukan ini? Ah entahlah.
            Aku berjalan cepat mendekat ke arahnya, nampak ia sangat nyenyak bahkan terlihat seolah mati. Tubuhnya kuakui memang besar, namun tetap saja ia nampak cantik dengan balutan warna hitam elegan.
            “Pergi kau dari ranjangku, aku tak sudi melihatmu berada disana, terserah meskipun banyak pasang mata menginginkanmu. Tak sadarkah kau telah menghancurkan hubungan harmonis keluargaku, sudah cukup selama ini kau memanjakan suamiku, sekarang kau tidak akan bisa lagi, setelah aku melakukan ini.”
            Praaak… tubuh elegannya terlempar ke lantai, aku tahu dia pasti kesakitan, namun dia tetap membisu, kulihat sinarnya seketika jleb, hilang, mungkin mati, atau aku mengaharapkan dia lebih sekarat lagi, untuk menjemput ajalnya.
            “Selamat tinggal, blackberry,” sesungging senyum simetris menghias wajahku yang bulat, maaf mas, aku lebih suka kau duakan aku dengan Rabbku, daripada kau menduakanku dengan BBmu.
***

No comments:

Post a Comment