“Eh Ris.. lo mau ngambil kuliah dimana nih?” gadis berkacamata yang berambut panjang itu membuka percakapan.
Perempuan yang berada di depannya hanya menggelengkan kepalanya.
“Loh kok gak tau sih? Payah lo ah! Tinggal sebulan lagi tau. Bukannya lo pengen FK di Surabaya? Yaudah ambil sana aja, toh otak lo juga ga bodoh-bodoh amat. Gue aja yang di bawah standart juga berani ngambil kuliah di Bandung. Atau lo mau gabung ma gue aja?
Gimana?” cerocos gadis berambut panjang yang bernama Tania. “Entahlah Tan.. sepertinya gue stay disini aja” gadis bernama Risa itu memutar pandangan ke arah langit, entah ada apa disana, yang dia lihat hanya biru yang luas.
“Ga ngalir lo ah”
“Enak aja” Risa mengayunkan pukulan pelan ke lengan Tania.
“Yah trus apa namanya? Come on sayang, ini udah abad mesin, bukan onta lagi. Masa’ lo ga bosen gitu stay di kota ini? Denger deh Ris, ibarat air nih, semakin ia ngalir maka air itu semakin bagus, coba air itu ngendap terus, itu bikin ga sehat, yang ada malah bikin penyakit tau. Sekarang lo pilih deh, apa lo rela jadi air yang ga sehat? Hiii kalo gue mah ogah” cecar Tania dengan suara khasnya.
“Mungkin teori kita beda Tan” Risa tersenyum dan kembali mengedarkan pandangan ke arah langit.
“Maksud lo?” Tania membulatkan mulutnya.
“Kita ini cewek Tan, meskipun emansipasi sudah berkobar sejak jaman Kartini, tapi yang namanya cewek dan cowok itu masih ada beda yang nyata”
“Basa-basi deh lo, bikin gue makin ga paham” Tania mulai menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tak terasa gatal, tapi entahlah kenapa dia ingin menggaruknya.
Risa tersenyum geli melihat tingkah sahabatnya itu.
“Kalau gue ceramah dikit boleh ga nih, ehem..” Risa berdehem meminta izin.
“Yuk mari deh cepetan bu ustadz”
“Gini Tan, lo tau kan aturan tentang kewajiban seorang cowok yang sholat di masjid, sedangkan cewek cukup sholat di rumah, di ruangan yang tersembunyi. Tau kenapa? Karena Tuhan cinta kita sesuai kodratnya, cewek itu di ibaratkan mutiara dalam etalase dan cowok di ibaratkan air seperti yang lo bilang tadi”
“Kalau masih ada beda, buat apa emansipasi?”
“Buat kita mengerti akan pentingnya harga diri”
“Harga diri apa Ris?”
“Harga diri si mutiara dalam etalase. Tak boleh ada yang menyentuhnya barang sedikitpun, dan tak akan di berikan pada sembarang orang. Hanya orang yang tepat bisa memilikinya”
“Heloooo Ris, sepertinya obrolan kita ga nyambung. Kalau diterusin bisa berkisah tentang CINTA nih. Tadi kan kita bahas tentang kuliah dan pepatah air”
“Cobalah pahami kata-kata gue yang tadi, ini bukan tentang sekedar implisit makna Tan, ini teori kehidupan. Atau mungkin ini bisa di bilang prinsip gue”
“Ah lo terlalu…”
“Tan” Risa memutar badan dan pandangannya ke arah Tania.
“Apa?”
Dua mata sahabat itu saling bertatap dalam hitungan beberapa detik.
“Wanita sulit jatuh cinta, karena mereka tahu, lebih baik menunggu orang yang tepat daripada menghabiskan waktu dengan orang yang salah”
Tania terdiam mengikuti gerak alur pandangan Risa yang kembali mengedarkan pandangannya ke arah langit.
“Itu baru tentang cinta Tan” Risa melanjutkannya lagi.
“Ooooh” Tania mengangguk-anggukkan kepalanya disertai mulut yang membulat membentuk huruf o.
“Bagaimana dengan kuliah?”
“Cukup gue yang tau, ntar gue beberin prinsip gue yang ada lo malah bilang kolot, haha”
“Ah ga asyik lo ah” Tania memukul lengan Risa dengan canda.
“Seandainya lo paham sedikit saja kalimat gue yang pertama kali, lo bakal pilih stay di kota ini Tan, tapi tak mengapalah, bukan hak gue untuk mendoktrin prinsip dan teori gue untuk orang lain mengikutinya” gumam Risa dalam hati.
No comments:
Post a Comment