Monday, March 7, 2011

Yang Merindukan Cahayamu

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Duhai kekasih Allah,

            Sebelumnya aku ingin mengucap Alhamdulillah karena semenjak lahir di muka bumi ini, aku sudah diperkenalkan dengan sosok yang namanya selalu bersanding dengan nama Allah. Lewat cerita dari keluarga, guru agama di sekolah, ustadzah di TPA, bahkan lewat buku-buku islami, aku menemukan kisah tentang dirimu. Ya Habibullah..
walaupun kita tak pernah berjumpa sebelumnya, tapi sungguh hati ini begitu sangat mencintaimu. Dalam lembar-;lembar kisah yang pernah kubaca tentangmu, tak ada satupun yang mampu membuat diriku untuk tak meneteskan air mata.

            Wahai Insan Mulia, maaf jikalau umatmu yang rendah ini begitu lancang untuk mengirimkan surat untukmu. Surat ini kutujukan kepadamu karena kerinduan ini yang tak sanggup lagi untuk ku tahan, sekiranya rindu ini hanya mampu di tahan mungkin ibarat sebuah gunung, sudahlah memuntahkan lahar beserta material-material didalamnya. Terlalu banyak pesona yang engkau pancarkan, akhlak yang mulia, kesabaran yang tiada tara, keberanianmu, sosok tangguhmu, sisi romantismu, kejujuranmu, sungguh terlalu banyak kemuliaanmu. Mungkin jika diri ini menorehkannya secara detail tentangmu tak cukuplah dengan hanya menuliskannya melaui beberapa lembar surat ini.

            Wahai Insan Mulia, pernah diriku mencoba membayangkan tentang purnama di wajahmu, cahaya yang mampu menyinari hati setiap umat yang gelap. Tapi sungguh, umatmu yang rendah ini tak mampu. Shalawat serta salam yang hanya bisa kusampaikan, dalam baris doa maupun dzikir di tiap waktunya, bahkan tak jarang aku melupakanmu karena kesibukan dunia yang mengelilingiku. Astaghfirullahaladzim, ampuni hambamu ini Ya Rabb.

            Ya Nabi.. ingin kubanggakan dirimu disetiap manusia-manusia yang pernah kutemui di tiap hariku, Ingin kubanggakan tentang sosok yang mampu membuat hati ini merasakan getar cinta yang begitu luar biasa dahsyatnya. Pernah aku membaca sebuah tulisan terjemahan tentangmu. Bolehkah aku menceritakannya sedikit? Kurang lebih seperti ini,

            Dia yang kucintai,
            Di punggunggungnya terdapat tanda kenabian.
            Dahinya cemerlang.
            Rambutnya hitam.
            Hidungnya mancung seperti alif.
            Mulutnya bundar seperti mim.
            Alisnya lengkung seperti nun.
            Pendengarannya tajam, bisa mendengar gemersik qalam.
            Penglihatannya juga tajam, bisa menembus langit ketujuh.
            Dua telapak kakinya dikecup seekor onta, maka lenyaplah derita yang ditanggung onta tersebut.
            Biawak beriman kepadanya.
            Pepohonan mengucap salam kepadanya..
            Keberkahan tangannya terlihat (sampai) pada makanan dan minuman.
            Hatinya tak pernah lengah dan lalai.
            Karena pengabdian, oleh karenanya ia selalu terjaga.
            Jika disakiti, selalu memaafkan dan tak pernah mendendam.

            Ya Nabi, betapa pesonamu mampu membuat semuanya tunduk patuh. Mencintaimu adalah hal terindah dalam kerendahan hidupku yang hina dina ini. Ya Nabi aku teringat tentang kisahmu yang tak malu makan duduk bersama di lantai bersama seorang yang terkena penyakit kudis di seluruh tubuhnya, miskin dan kotor. Subhanallah, sosok pemimpin mulia dan terhormat seperti dirimu mampu melakukan seperti itu? Decak kagum tak cukup ku lakukan untukmu. Sosok yang tak pernah ku temui dalam tatanan pemimpin di zamanku seperti sekarang ini. Semua itu membuatku semakin rindu akan sosok yang hadir di tengah-tengah zamanku.

           Ya Nabi.. aku juga pernah mendengar, selain dirimu yang selalu bersikap jujur hingga para sahabat memberimu gelar Al-Amin dan tentang sifatmu yang pemberani, ternyata dirimu juga memiliki sifat yang romantis.

           Dalam satu kisah diceritakan, pada suatu hari istri-istri Rasul berkumpul di hadapan suaminya dan bertanya, “Diantara istri-istri Rasul, siapakah yang paling disayangi?”. Rasulullah SAW hanya tersenyum lalu berkata, “Aku akan beritahukan kepada kalian nanti”
Setelah itu, dalam kesempatan yang berbeda, Rasulullah memberikan sebuah kepada istri-istrinya masing-masing sebuah cincin seraya berpesan agar tidak memberitahu kepada istri-istri yang lain.
Lalu suatu hari hari para istri Rasulullah itu berkumpul lagi dan mengajukan pertanyaan yang sama. Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Yang paling aku sayangi adalah yang kuberikan cincin kepadanya”. Kemudian, istri-istri Nabi SAW itu tersenyum puas karena menyangka hanya dirinya saja yang mendapat cincin dan merasakan bahwa dirinya tidak terasing.

           Rasulullah SAW selalu berpegangan tangan dengan Aisyah ketika di dalam rumah. Beliau acapkali memotong kuku istrinya, mandi janabat bersama, atau mengajak salah satu istrinya bepergian, setelah sebelumnya mengundinya untuk menambah kasih dan sayang di antara mereka.

           Baginda Nabi SAW juga selalu memanggil istri-istrinya dengan panggilan yang menyenangkan dan membuat hati berbunga-bunga. “Wahai si pipi kemerah-merahan” adalah contoh panggilan yang selalu beliau ucapkan tatkala memanggil Aisyah.

           Subhanallah, sungguh indah sekali. Sepadan sekali dengan tampannya wajahmu dengan kemuliaan akhlakmu. Tak mampu aku untuk tak mencintaimu.

           Akhir kata aku hanya ingin mengucapkan banyak terima kasih atas waktumu untuk membaca surat yang berasal dari umatmu yang rendah ini. Jika Allah berkenan, ingin ku meminta untuk mempertemukan aku dengan dirimu wahai Baginda Rosulullah SAW di jannahNya.

          Umat yang hina dina ini berharap suatu saat nanti akan memperoleh syafa’at darimu di akhirat nanti. Untuk mempermudahkan jalan menuju perjumpaanmu di jannah kelak. Bukankah dirimu telah berjanji akan memberikannya kepada umat yang selalu mencintaimu. Maka dari itu izinkanlah umatmu yang rendah ini untuk senantiasa mencintaimu.


Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Dari umat yang selalu merindukan cahayamu -eL-

(Jember, 20 Februari 2011 kala malam yang merindukan cahaya)

No comments:

Post a Comment